- October 6, 2022
Pendapatan Pekerja Migran Indonesia Kalah Jauh Dibanding Filipina, Kenapa sih?


MEDIA24.ID, JAKARTA – Para Pekerja Migran Indonesia mengirimkan devisa hingga Rp130 triliun sepanjang 2021 atau setara USD8,52 miliar, jumlah yang sangat besar. Namun ternyata jumlah tersebut kalah jauh dibanding kiriman devisa pekerja Filipina di luar negeri Overseas Filipinos Workers (OFWs) yang mencapai USD31,4 miliar.
Padahal secara jumlah, Indonesia mengirimkan lebih banyak pekerja ke luar negeri, dalam catatan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) jumlah PMI mencapai 4,5 juta orang. Sedangkan jumlah OFWs tercatat sebanyak 1,7 juta orang.
Tomy Yunus, CEO & Co-Founder Cakap mengatakan ketimpangan pendapatan itu terletak pada penguasaan bahasa asing, terutama Bahasa Inggris.
“Sekali lagi faktor bahasa,” ujar Tomy dalam dialog di kanal YouTube Helmi Yahya, “Helmy Yahya Bicara”.
“Devisa yg dibawa pekerja migran Filipina, jauh dibandingkan yang dibawa oleh pekerja Indonesia, walaupun secara kuantitas kita lebih banyak. Lagi-lagi karena faktor Bahasa, kita tidak bisa memaksimalkan itu.” ujar Helmy Yahya dalam kanal video berbagi miliknya yang bertajuk
“Dari testimonial dan riset kita, orang Indonesia itu hospitality-nya sangat bagus, lalu juga pekerja keras, cara kerja bagus. Melayaninya bagus terutama di Hong Kong, Taiwan. Teman2 saya di sana bilang mereka sangat comfortable punya pekerja dari Indonesia,” ujar Tomy.
Hal ini langsung direspon oleh Helmy dengan pernyataan yang menyayangkan fakta tersebut. “Sedih banget ya melihat fakta, bahwa untuk skill yang sama gajinya lebih kecil dari orang filipina. Jangan ngomong orang Malaysia, Singapura deh.”
Selain kompetensi bahasa asing yang masih rendah, Helmy dan Tomy juga menyoroti keterampilan yang tidak merata di antara anak bangsa. Banyak pekerja kreatif terpusat hanya di Pulau Jawa saja.
Bahkan pekerja di bidang hospitality di daerah wisata super prioritas masih didominasi “kiriman” dari Jawa.
“Di hotel-hotel masih banyak (pekerja) dari Pulau Jawa, seharusnya bisa lebih lokal (persoalannya) kembali lagi ke Bahasa asing. Akan lebih bagus kita lakukan training secara cepat dan merata sehingga ada penyerapan yang lebih masiv. Ini tujuan besar kita,” ujar Tomy.
Helmy pun menanggapi dengan pertanyaan “Jadi yang orang Labuan Bajo, Likupang, belajar bahasa asing ga perlu ke Jakarta lagi?”
“Sekarang semua sudah digital,” pungkas Tomy.
Di akhir perbincangan Helmy berbagi pengalamannya les bahasa asing sejak kecil.
“Sejak SD saya dan kakak saya, Tantowi, sudah disuruh kursus Bahasa Inggris oleh Papa kami. Untuk mencapai tempat kursusnya, kami harus berjalan kaki sejauh 15 kilometer. Kalau boleh marah, mau marah. Tetapi, kelak di kemudian hari, saya berhasil kuliah di Amerika dan kakak saya berhasil menjadi diplomat,” ungkap Helmy.
Dia menyoroti masih rendahnya kecakapan bahasa asing terutama Inggris di Indonesia dan ini hal yang mesti ditingkatkan lagi, “English proficiency Indonesia masih rendah, terutama di luar Jawa”.
Berdasarkan rilis salah satu lembaga Bahasa Internasional, Indonesia berada di peringkat 80 dari 112 negara. Jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat 4 dan Filipina di peringkat 18.
“Sekarang ini untuk menguasai dunia, meningkatkan karir, gaji, investasi, karena terkadang harus berinteraksi dengan orang luar, Bahasa Inggris maupun Mandarin), kemampuan bahasa asing jadi keharusan untuk kita bisa sukses,” ujar Helmi.