MEDIA24.ID, YOGYAKARTA – Pengajar Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta meminta pengunjung yang naik ke bangunan Candi Borobudur dibatasi untuk menghindari pengikisan batu candi dan mempertahankan keasliannya.
Prof Yoyok Wahyu Subroto mengatakan hampir separuh batuan Candi Borobudur merupakan hasil peninggalan bangunan dari abad ke-8.
Baca juga: Luhut Usul Tiket Masuk Borobudur Jadi Rp 750 Ribu, Berapa Harganya Sekarang?
Karena faktor usia ini, apabila jumlah pengujung yang menaiki ke bangunan candi tidak dibatasi maka dikhawatirkan gesekan kaki dari ribuan pengunjung akan menyebabkan pengikisan batu batu candi.
“Apalagi jika ada pengunjung yang sampai naik ke bagian stupa,” kata dia dalam Seminar Series Kepariwisataan yang bertajuk Membicarakan (lagi) Borobudur antara Konservasi dan Pariwisata, Sabtu 11 Juni 2022.
Selain itu dari sisi arsitektur bangunan bersejarah dan bidang ilmu arkeologi, perlu upaya mempertahankan tingkat keaslian bangunan candi dari relief hingga stupa.
Baca juga: 5 IAIN akan Berubah jadi UIN, Mana Saja Nih?
Salah upaya menurut dia adalah membatasi jumlah pengunjung yang diizinkan naik ke bangunan candi, apalagi menaiki atau menyentuk stupa.
Selain itu, dia juga mengusulkan agar Borobudur sebagai kawasan bebas emisi karbon untuk menjaga dan melestarikan bangunan peninggalan bangunan belasan abad tersebut.
Dia menyadari kebijakan pembatasn pengunjung yang naik ke bangunan candi memang bisa merugikan dari sisi ekonomi terutama penerimaan negara dari sisi sektor pariwisata.
Namun kata dia, “Perlu ada sinergi antara kebijakan upaya pelestarian dan pariwisata untuk saling konsolidasi dan kolaborasi,” ujarnya dia.
”Jika kita tidak mampu merawat maka janganlah sekali-kali merusaknya,” sambung dia.
Bangunan Candi Borobudur setiap tahunnya mengalami peningkatan tingkat kerusakan baik karena menahan beban jumlah pengunjung yang menaiki bangunan hingga faktor alam.
Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati mengatakan Borobudur sebagai bagian dari situs warisan dunia memang harus dipertahankan keaslian bangunannya apabila suatu waktu terjadi kerusakan.
Baca juga: Manfaat Kapulaga, Obati Gangguan Pencernaan hingga Cegah Bau Mulut
Menurutnya ancaman kerusakan tidak hanya dari beban jumlah pengunjung yang menaiki bangunan candi setiap harinya namun juga berasal dari ancaman kerusakan dari faktor alam.
“Terjadi kerusakan lain dari faktor alam berupa panas dan hujan mempengaruhi batuan dan relief. Kondisi semakin ke sini makin mengalami kerusakan,” papar dia.
Sejak 1983, kata Wiwit, pihaknya setiap tahun terus melakukan monitoring kondisi batu candi, perekatan batu candi, mengukur tingkat kerusakan pengelupasan dan sedimentasi hingga lubang alveol candi.
Dia menyebutkan tingkat kerusakan batu tangga dan lantai mengalami kenaikan.
“Kenaikan nilai keausan capai 0,175 cm per tahun, secara akumulasi 3,95 cm jadi akumulasi nilai keausan dari tahun 1984 hampir sampai 4 cm,” jelasnya
Baca juga: Realme Dukung Kejuaraan PUBG MOBILE se-Asia Tenggara
Meskipun candi Borobudur sekarang ini didukung beton bertulang tapi pada bagian stupa teras tidak ada beton bertulang sehingga berisiko sewaktu waktu terjadi kerusakan.
“Kami melarang pengunjung naik ke stupa,” katanya.
Beban jumlah pengunjung yang semakin banyak tiap tahunnya menyebabkan tingkat deformasi vertikal candi Borobudur mengalami kenaikan.
“Akibat beban pengunjung, deformasi vertikal capai 2,200 cm. Karenanya kita tetap hati-hati menjaga kelestarian dari candi Borobudur,” ungkapnya.
Baca juga: 3 Fakta Sungai Aare Swiss: Ada Titik dengan Kedalaman 200 M
Sehubungan ada rencana pemerintah untuk menetapkan Candi Borobudur sebagai destinasi wisata super prioritas, kata Wiwit, para pengunjung yang naik ke bangunan candi akan menggunakan pemandu yang sudah bersertifikat dari Unesco.
Meski Wiwit tidak menyebutkan harga tarif, Wiwit menegaskan bahwa pengunjung yang tidak naik ke struktur bangunan candi juga bisa memperoleh informasi soal Borobudur.
“Kita ingin menjaga kelestarian candi dari ribuan pengunjung yang datang ke candi Borobudur,” ujar dia.